plutkumkmgianyar.com – Federal Reserve kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan dua hari pekan ini. Sikap hati-hati ini dipilih di tengah dampak berlapis dari kebijakan tarif pemerintahan Trump, potensi krisis Timur Tengah, dan perlambatan belanja konsumen domestik.
Laporan ekonomi terbaru menunjukkan inflasi tetap terkendali dan pasar tenaga kerja masih solid, namun berbagai faktor eksternal kini membayangi optimisme tersebut. Ketegangan antara Israel dan Iran yang meningkat pekan lalu turut menambah tekanan terhadap harga minyak global, memperbesar potensi terjadinya stagflasi.
Skenario ‘Soft Landing’ Masih Terbuka, Tapi Tak Dijamin
The Fed sejauh ini masih berada dalam jalur menuju soft landing, yaitu menurunkan inflasi tanpa menjerumuskan ekonomi ke dalam resesi. Namun, situasi tersebut bisa berubah cepat apabila harga-harga energi terus naik dan menekan daya beli masyarakat.
Meski penjualan ritel pada Mei menunjukkan penurunan 0,9 persen, sebagian ekonom menilai angka tersebut belum cukup mengindikasikan pelemahan struktural. Namun kekhawatiran tetap mengemuka jika pengaruh tarif impor Trump dan ketegangan geopolitik terus berlanjut.
Ketidakpastian dari Konflik dan Tarif Impor
Mantan Wakil Ketua The Fed, Lael Brainard, menyebut bahwa kombinasi dari lonjakan harga minyak dan efek jangka panjang tarif dapat memperburuk ekspektasi inflasi. Ia menambahkan bahwa tidak mungkin menganalisis masing-masing faktor secara terpisah karena dampaknya saling berkelindan.
Ketidakpastian ini membuat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memilih untuk menunggu lebih lama sebelum memberikan sinyal konkret terkait arah suku bunga berikutnya.
Proyeksi Baru dan Tekanan dari Gedung Putih
Presiden Trump telah mendesak penurunan suku bunga dalam beberapa pekan terakhir. Namun The Fed masih menilai bahwa kondisi saat ini belum mendesak, meski proyeksi ekonomi terbaru akan dirilis dalam waktu dekat.
Perkiraan sebelumnya menyebutkan bahwa suku bunga dapat diturunkan hingga 0,5 persen pada tahun ini. Namun beberapa analis kini menilai kemungkinan tersebut makin menipis, terutama jika inflasi tetap di atas target dan pasar tenaga kerja belum menunjukkan pelemahan signifikan.
Risiko Stagflasi dan Ketergantungan pada Data
Ekonom UBS, Jonathan Pingle, memperkirakan bahwa The Fed akan hanya memangkas suku bunga sebanyak satu kali dalam tahun ini, dan kemungkinan itu pun bergantung pada data pasar tenaga kerja di kuartal ketiga. Ia menyebut bahwa The Fed ingin menunjukkan komitmen kuat untuk mengendalikan inflasi sebelum mempertimbangkan langkah pelonggaran.
Meski begitu, sejarah mencatat bahwa The Fed pernah berubah haluan secara cepat. Setahun lalu, lembaga ini melakukan tiga kali pemangkasan suku bunga dalam waktu singkat setelah situasi ekonomi memburuk dari prediksi awal.
“Fleksibilitas The Fed justru menjadi keunggulan di tengah ketidakpastian seperti ini,” ujar Jon Faust dari Johns Hopkins University. “Mereka siap bergerak cepat begitu kondisi lapangan menunjukkan arah yang jelas.”