Terkini

Sopir Taksi Online Mengajukan Diri sebagai Justice Collaborator dalam Kasus Pembunuhan oleh Brigadir AK

plutkumkmgianyar.com – Muhammad Haryono, seorang sopir taksi online berinisial H, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Brigadir Anton Kurniawan (AK) di Kalimantan Tengah. Kasus ini bermula dari penemuan mayat berinisial BA di perkebunan sawit di Katingan Hilir pada 6 Desember 2024.

Kejadian ini bermula ketika Brigadir AK menaiki taksi online yang dikemudikan oleh Haryono menuju Jalan Tjilik Riwut KM 39, Kelurahan Sei Gohong, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya. Sesampainya di lokasi, AK menghampiri korban BA, seorang sopir ekspedisi, dan menembaknya dua kali. Setelah menembak korban, AK membuang mayat BA di kebun sawit di Kecamatan Katingan Hilir dan menguasai mobil milik korban.

Haryono, yang awalnya melaporkan kasus ini ke polisi, ternyata juga terlibat dalam kejadian tersebut. Ia membantu AK membuang jasad korban ke dalam parit, memindahkan senjata api dari dashboard mobil ke bawah kursi tempat duduk korban, serta membersihkan noda darah di dalam mobil menggunakan genangan air di pinggir jalan antara Katingan dan Palangkaraya.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Haryono mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Justice Collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kejahatan, dengan imbalan hukuman yang lebih ringan.

Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Erlan Munaji, mengatakan bahwa penyidik telah berkoordinasi dengan penasihat hukum Haryono dan memfasilitasi pengajuan JC. “Tentunya ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi nantinya akan disampaikan oleh Tim LPSK,” kata Erlan.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menilai permintaan Haryono untuk menjadi justice collaborator harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Anam menyebut, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengabulkan permintaan tersebut, salah satunya adalah signifikansi keterangan yang diberikan oleh Haryono dalam pengusutan kasus.

Anam menuturkan, permintaan Haryono bergantung pada penilaian LPSK dan Majelis Hakim di Pengadilan nantinya. Kompolnas akan menunggu bagaimana pertimbangan dari kedua lembaga tersebut. “Yang paling penting bagi kami signifikan atau tidak dalam membongkar struktur peristiwa kejahatan, dan kita akan tunggu aja,” ujarnya.

Kasus ini menunjukkan kompleksitas dan tantangan dalam penegakan hukum, terutama ketika melibatkan oknum penegak hukum sendiri. Pengajuan diri Haryono sebagai justice collaborator menunjukkan upaya untuk bekerja sama dengan aparat hukum dalam mengungkap kejahatan, meskipun dengan risiko hukuman yang lebih ringan. Semoga kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat.