plutkumkmgianyar.com – Dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan penguatan yang signifikan, menekan nilai tukar rupiah dan mata uang negara emerging market lainnya. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa penguatan dolar AS ini disebabkan oleh beberapa faktor utama yang mempengaruhi pasar keuangan global.
Perry Warjiyo menjelaskan bahwa ketidakpastian pasar keuangan dunia yang masih tinggi menjadi salah satu penyebab utama penguatan dolar AS. Hal ini terlihat dari meningkatnya yield surat utang pemerintah AS dan inflasi yang masih tinggi. “Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global karena terbatasnya aliran modal asing dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market,” kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/3/2024).
Perubahan arah kebijakan moneter AS juga menjadi faktor penting dalam penguatan dolar AS. Perry menyebutkan bahwa suku bunga The Fed yang tidak turun sebanyak tiga kali dalam setahun membuat BI mengambil langkah untuk menaikkan suku bunga. “Ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah dan suku bunga The Fed yang tidak turun sebanyak tiga kali dalam setahun membuat BI mengambil langkah untuk menaikkan suku bunga,” ujar Perry.
Perry juga menyoroti fenomena “capital reversal” yang terjadi setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Amerika Serikat mengeluarkan surat utang negara yang cukup besar dan meningkatkan defisit fiskalnya menjadi 7,7%. Hal ini menyebabkan banyak investor memindahkan portofolionya ke pasar Amerika Serikat. “Amerika utang pemerintah sangat tinggi, oleh karena itu seluruh dunia makanya memindahkan portofolio investasinya ke Amerika, ini bahasa Inggrisnya capital reversal, itu yang sedang terjadi,” ujarnya.
Akibat dari penguatan dolar AS, nilai tukar rupiah mengalami tekanan. Menurut data BI, nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,02% year to date (ytd) dibandingkan level pada akhir Desember 2023. Meski begitu, kondisi ini dinilai lebih baik dibandingkan pelemahan nilai tukar di beberapa negara seperti Ringgit Malaysia, Won Korea, dan Baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 3,02%, 3,87%, dan 5,39%.
Untuk menghadapi kondisi ini, BI telah mengambil beberapa langkah kebijakan. Perry menyebutkan bahwa BI akan terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui kebijakan moneter yang pro-market dan optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI. “Selain itu, kebijakan stabilisasi BI dan penguatan strategi operasi moneter pro market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI juga mendukung prospek penguatan nilai tukar rupiah ke depan,” tegas Perry.
Perry optimis bahwa nilai tukar rupiah akan stabil dengan kecenderungan menguat ke depan. Hal ini didorong oleh kembali masuknya aliran modal asing sejalan dengan tetap terjaganya persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. “Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat. Hal itu didorong oleh kembali masuknya aliran modal asing sejalan dengan tetap terjaganya persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia,” ujar Perry.
Penguatan dolar AS yang terus berlanjut telah menekan nilai tukar rupiah dan mata uang negara emerging market lainnya. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa ketidakpastian pasar keuangan dunia, kebijakan moneter AS, dan fenomena capital reversal menjadi biang kerok utama. BI telah dan akan terus mengambil langkah-langkah kebijakan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, dengan harapan bahwa kondisi ini akan membaik di masa depan.