plutkumkmgianyar.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berencana melakukan asesmen terhadap narapidana eks Jemaah Islamiyah (JI) yang akan mengajukan grasi. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa narapidana tersebut benar-benar telah berubah dan tidak lagi terlibat dalam aktivitas terorisme.
Jemaah Islamiyah (JI) adalah salah satu kelompok teroris yang paling berbahaya di Indonesia. Mereka bertanggung jawab atas serangkaian serangan teroris, termasuk Bom Bali 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Banyak anggota JI yang telah ditangkap dan dihukum penjara atas keterlibatan mereka dalam berbagai aksi terorisme.
Asesmen yang akan dilakukan oleh BNPT bertujuan untuk menilai tingkat perubahan dan deradikalisasi yang telah dialami oleh narapidana eks JI. Proses ini melibatkan serangkaian tes psikologis, wawancara mendalam, dan observasi terhadap perilaku sehari-hari narapidana.
“Asesmen ini sangat penting untuk memastikan bahwa narapidana yang mengajukan grasi benar-benar telah berubah dan tidak lagi memiliki potensi untuk kembali ke jalan terorisme,” ujar Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/1/2025).
Proses asesmen akan dilakukan oleh tim multidisiplin yang terdiri dari psikolog, sosiolog, dan ahli terorisme. Mereka akan bekerja sama untuk mengumpulkan data dan informasi yang komprehensif tentang narapidana eks JI. Proses ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang tingkat deradikalisasi dan integrasi sosial narapidana.
“Kami akan menggunakan berbagai metode untuk mendapatkan data yang akurat, termasuk wawancara dengan narapidana, keluarga, dan teman-teman mereka. Kami juga akan melihat bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan apakah mereka telah menunjukkan tanda-tanda perubahan yang positif,” tambah Boy Rafli Amar.
Untuk mengajukan grasi, narapidana eks JI harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan oleh BNPT. Kriteria ini meliputi:
- Tingkat Deradikalisasi: Narapidana harus menunjukkan bukti yang jelas tentang perubahan ideologi dan tidak lagi mendukung atau terlibat dalam aktivitas terorisme.
- Perilaku di Penjara: Narapidana harus memiliki catatan perilaku yang baik selama menjalani hukuman, termasuk partisipasi dalam program deradikalisasi dan reintegrasi sosial.
- Dukungan Keluarga dan Masyarakat: Narapidana harus mendapatkan dukungan dari keluarga dan masyarakat untuk membantu proses reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.
- Komitmen untuk Tidak Mengulangi: Narapidana harus memberikan komitmen tertulis untuk tidak terlibat kembali dalam aktivitas terorisme dan bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mencegah penyebaran ideologi terorisme.
Langkah BNPT untuk melakukan asesmen terhadap narapidana eks JI mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat dan ahli. Beberapa pihak mendukung langkah ini sebagai upaya yang positif untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional. Namun, ada juga yang khawatir bahwa asesmen ini tidak cukup untuk mencegah potensi ancaman dari narapidana yang telah berubah.
“Saya pikir asesmen ini adalah langkah yang baik, tetapi kita harus tetap waspada dan terus memantau narapidana yang telah mengajukan grasi. Deradikalisasi adalah proses yang panjang dan kompleks, dan kita harus memastikan bahwa mereka benar-benar telah berubah,” ujar Dr. Irfan Idris, seorang ahli terorisme dari Universitas Indonesia.
Langkah BNPT untuk melakukan asesmen terhadap narapidana eks JI yang akan mengajukan grasi adalah upaya yang penting untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional. Dengan proses asesmen yang komprehensif dan kriteria yang ketat, diharapkan narapidana yang benar-benar telah berubah dapat kembali ke masyarakat dengan aman dan tidak lagi menjadi ancaman. Semoga langkah ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menangani masalah terorisme dan deradikalisasi.