/Krisis Politik dan Kekerasan di Kaledonia Baru Memaksa Penutupan Bandara Internasional
plutkumkmgianyar.com

Krisis Politik dan Kekerasan di Kaledonia Baru Memaksa Penutupan Bandara Internasional

plutkumkmgianyar.com – Situasi politik yang tegang di Kaledonia Baru telah menyebabkan penutupan bandara internasional setempat hingga tanggal 2 Juni 2024. Keputusan ini diambil menyusul dua minggu kerusuhan intens yang terjadi di wilayah yang dikuasai Prancis ini, dipicu oleh proposal reformasi pemilu yang dicanangkan oleh Majelis Nasional di Paris. Reformasi tersebut, yang mengusulkan hak pilih bagi warga Prancis yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama lebih dari 10 tahun, telah memicu gelombang kekerasan yang mengakibatkan tujuh orang tewas, serta kerusakan luas pada kendaraan dan toko.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengunjungi Kaledonia Baru pada hari Kamis untuk mencoba meredakan situasi. Dalam kunjungannya, Macron mengumumkan penghentian sementara reformasi pemilu, sebuah langkah yang tidak memuaskan partai pro-kemerdekaan, yang menuntut pembatalan total reformasi tersebut. “Saya tidak akan pernah membuat keputusan untuk menunda atau menangguhkan di bawah ancaman kekerasan,” tegas Macron dalam kutipan dari Reuters.

Macron juga menyatakan bahwa jika partai pro dan anti-kemerdekaan gagal mencapai kesepakatan tentang masa depan Kaledonia Baru, ia akan mengadakan kongres khusus untuk meratifikasi reformasi pemilu, atau sebagai alternatif, melaksanakan referendum. Beliau juga mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pengunjuk rasa pro-kemerdekan, menyebutnya sebagai “tindakan bandit tingkat tinggi” yang tidak berhubungan dengan aspirasi kemerdekaan.

Sejarah Kaledonia Baru sebagai koloni Prancis dimulai pada tahun 1853, dan wilayah ini menjadi teritorial luar negeri sejak 1946. Meski kaya akan nikel, ekonomi Kaledonia Baru mengalami krisis dan satu dari lima penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Pemilu lokal mengalami perubahan signifikan sejak perjanjian Noumea tahun 1998, yang bertujuan untuk memberikan otonomi bertahap. Namun, reformasi pemilu terkini dikhawatirkan akan menurunkan pengaruh suara masyarakat adat Kanak, yang merupakan 40% dari populasi lokal.